Minggu, 01 Maret 2015

Teori Konflik

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai “Teori Konflik” maka perlu dipahami pengertian dasarnya untuk mempermudah interpretasi dan pemaknaannya atas fenomena yang terjadi dalam hukum dan masyaralat. Teori merupakan hasil pemikiran ahli yang berlatarbelakang dari keadaan yang dialaminya sendiri atau fenomena dalam masyarakat yang dipahami secara mendalam hingga membentuk dalam sebuah analisis dengan bantuan pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan konflik adalah percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Konflik juga merupakan ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, dan/atau pertentangan antara dua tokoh. Konflik itu sendiri bisa dibagi dalam tiga bagian yaitu :
  • Konflik batin
Konflik yg disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yg saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku
  • Konflik kebudayaan 
Persaingan antara dua masyarakat sosial yg mempunyai kebudayaan hampir sama;
  • Konflik sosial
Pertentangan antaranggota masyarakat yg bersifat menyeluruh dl kehidupan
Itulah penggalam makna dari teori dan konflik. Teori konflik lahir melalui upaya pemahaman masyarakat atas femonana yang berkembang di masyarakat. Hidup dalam perbedaan, masyarakat tidak menutup diri atas pengaruh eksternal yang mempengaruhi internal hidupnya. Karena setiap perbedaan pemahaman, perbedaan kekuasaan, tujuan hidup dan latar belakang serta suku, agama, ras maupun segala perbedaan lainnya dapat membangkitkan konflik di masyarakat. Perbedaan tersebut tidak bisa dihindari dan alangkah sebaiknya dijadikan alat pemersatu. Kelompok kepentingan yang berbeda dalam sistem sosial akan saling mengajar tujuan yang berbeda dan saling bertanding. Kompetisi sosial ini akan selalu hidup masyarakat demi pemenuhan setiap kebutuhan hidupnya. Sebagaimanan diungkapkan oleh Lock Wood, yaitu kekuatan-kekuatan yang saling berlomba dalam mengejar kepentingannya akan melahirkan mekanisme ketidakteraturan sosial atau social disorder.
Pada prinsipnya yang masih terbiaskan bahwa masyarakat adalah kekuatan kelompok atau kelas yang dominan. Atas sifat dominannya tersebut maka kebiasan dalam masyarakat menjadi dihormati dan harus dijalankan yang apabila ada yang melanggar nilai-nilai kebersamaan tersebut akan dikenakan sanksi sosial. Norma adalah nilai yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat sebab dianggap sebagai suatu ikatan pemersatu. Namun disisi lain akan menjadi sumber atau pemicu konflik. Pernyataan tersebut bisa dilontarkan demikian karena justru kebiasaan masyarakat merupakan yang diciptaan dari kelompok atau kelas dominan memaksakan berlaku nilai-nilai tersebut.
Dari latar belakang tersebut bisa dilihat urgensi dari teori konflik. Untuk menjadi jalan dalam pendekatan atas semua ruang lingkup aktifitas sosial yang selalu berjalan dan berkembang. Berikut beberapa doktrin-doktrin dari para ahli yang terbentuk dalam sebuah teori konflik yang diantaranya :
Teori Marxian
Memberi jalan keluar terjadinya konflik pada kelas pekerja.
Teori Simmel
Kekuasaan otoritas atau pengaruh merupakan sifat kepribadian individu yang bisa menyebabkan terjadinya konflik.
Teori konflik memiliki fokus utama pada pemahaman latar belakang munculnya suatu ketentuan berupa norma yang mengatur dan membatasi setiap aksi masyarakat. Jika terjadi perilaku menyimpang secara norma akan mendapat suatu balasan yaitu sanksi sosial seperti yang dijelaskan sebelumnya. Teori konflik juga muncul demi penanganan fakta bahwa kelompok yang berkuasa memiliki kuasa untuk membentuk suatu peraturan yang mengatur masyarakat secara keseluruhan yang mengakui kuasa dari golongan elit tersebut.
Karl Marx sebagai salah satu filsuf memiliki perspektif yang klasik atas suatu konflik. Masyarakat bisa terbentuk tidak semata-mata didorong oleh resultate (kesepakatan) tetapi karena kompetisi antara golongan sosial yang berbeda-beda untuk mencapai tujuannya. Karl Marx memandang masyarakat dibentuk pertama kali dari dua kelompok dengan pertentangan kepentingan ekonomi yaitu kelompok borjuis dan proletariat. Kelompok borjuis merupakan kelas penguasa/pemegang peraturan, yang terdiri dari orang-orang kaya /makmur yang mengontrol sarana/alat-alat produksi-ekonomi, memiliki pengaruh besar pada lembaga-lembaga ekonomi dan politik masyarakat, serta memiliki jatah kekuasaan untuk melayani kepentingan mereka. Sedangkan kelompok proletariat sebagai pihak yang diatur, bekerja dan dieksploitasi untuk mencapai tujuan kaum borjuis. Pandangan ini dikenal dengan kapitalisme yang sampai sekarang juga masih menunjukkan eksistensi. Karl Marx berkesimpulan bahwa kedepannya kapitalisme yang akan mendorong perkembangan hukum kriminal. Hukum tersebut diperlukan untuk tatanan terhadap golongan mapan. Hukum menuntut adanya batasan terhadap perilaku masyarakat yang bisa saja meledak dan memberontak atas keadaan. Hukum yang ditemukan secara tidak sengaca seiring perkembangan peradaban manusia memberikan legalitas kepada kelompok tertentu yaitu aparat hukum. Untuk melakukan kontrol sosial terhadap tindakan kejahatan dan pelanggaran.
Dalam pandangan masa sekarang ini, kriminal dimaknai sebagai suatu refleksi dari kekuasaan yang memiliki perbedaan dalam mendefinisikan kejahatan dan pelanggaran. Interpretasi yang berbeda tersebut memicu adanya perilaku menyimpang dari tubuh masyarakat itu sendiri. Aparat hukum sebagai kontrol sosial seakan berkuasa dan memiliki hak sepihak untuk bertindak atas nama hukum. Kaum borjuis dan proletariat yang awalnya lahir dari konflik ekonomi kini malah lahir atas konflik hukum. Hukum yang dirancang untuk mengatur tingkah laku masyarakat malah kini melahirkan konflik baru.
Keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan kini sudah sulit untuk dicapai. Hukum menjadi alat untuk mencapai tujuan kelompok kapitalis. Politik hukum tidak lagi terpakai sebagai alat negara untuk mencapai tujuan hakiki negara sebagaimana dimuat dalam konstitusi. Fenomena memberikan pemikiran atas teori konflik kontemporer yang menganggap kejahatan sebagai suatu tindakan rasional. Tindakan-tindakan kriminal tersebut lahir didorong oleh keadaan yang memaksa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Conflict of interest sudah sulit untuk dihindarkan. Setiap indivdu memiliki naluri dasar untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Pencurian terjadi karena pencuri tersebut membutuhkan terget curiannya untuk memnuhi kebutuhanya hidupnya. Koruptor melakukan korupsi karena membutuhkan hasil korupsinya untuk mengembalikan modalnya.
Pemikiran idealisme kini sudah susah hidup karena pemikiran realis untuk sementara sedang berkuasa sampai waktu yang tidak ditentukan. Kejahatan sebagai suatu ciri-ciri yang tidak dapat diubah dari masyarakat kapitalis. Kesempatan berbuat kriminal sudah tersedia disetiap tingkat masyarakat. Teori konflik adalah antitesis dari teori struktural fungsional. Teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Berbeda dengan teori konflik yang melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Waktu sudah membuktikan konflik tetap terjadi sebelum dan sesudah adanya suatu lingkaran batasan yang saat ini disebut hukum. Gabungan dari dominasi dan kekuasaan golongan tertentu dalam masyarakat menjadi musuh utama setiap lini. Jika kekuasaan tersebut masih ada, sebab pada prinsipnya yang namanya kekuasan akan berbanding lurus dengan tindakan korup.
Satu jawaban atas realita sosial ini adalah reformasi sosial. Tidak bisa membohongi diri bahwa semua orang punya tujuan hidup masing-masing. Manusia melakukan berbagai cara yang dianggapnya benar untuk mencapai tujuan tersebut. Namun setiap perbedaan tersebut harusnya bisa menjadi suatu keindahan. Sebab pelangi tidaklah indah jika berwarna putih. Nuansa perbedaan warna yang menjadikan pelangi disukai banyak orang. Indonesia bisa tetap berdiri dari tahun 1945 sampai tahun 2012 dikarenakan mau menerima setiap perbedaan yang ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meski memang setiap konflik akan selalu lahir seiring perjalanan waktu. Teori konflik dapat dipakai sebagai senjata menentang lahirnya konflik-konflik baru. Karena toeri sebab akibat akan selalu bergunan menghadapi masalah-masalah baru kehidupan sosial. Teori konflik menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa.

Sumber :
Aviva, Shadega. 2011. Teori Konflik. http://avivashadegha.blogspot.com/2011/01/teori-konflik.html diakses pada hari Minggu tanggal 20 Mei 2012 pukul 21:55 WIB
Rachman, Maman, Arif Purnomo, Kunaryo H, Khomsin, Dandan Supratman, Nathan Hindarto, Supraptono. 2009. Filsafat Ilmu. UPT Universitas Negeri Semarang Press. Semarang
Soekanto, Soerjono. 2006.  Sosiologi Suatu Pengantar. PT GrahaGrafindo Persada. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar