Sebelum
membahas lebih lanjut mengenai “Teori Konflik” maka perlu dipahami
pengertian dasarnya untuk mempermudah interpretasi dan pemaknaannya atas
fenomena yang terjadi dalam hukum dan masyaralat. Teori merupakan hasil
pemikiran ahli yang berlatarbelakang dari keadaan yang dialaminya
sendiri atau fenomena dalam masyarakat yang dipahami secara mendalam
hingga membentuk dalam sebuah analisis dengan bantuan pengetahuan yang
dimiliki. Sedangkan konflik adalah percekcokan, perselisihan, dan
pertentangan. Konflik juga merupakan ketegangan atau pertentangan di
dalam cerita rekaan atau drama antara dua kekuatan, pertentangan dalam
diri satu tokoh, dan/atau pertentangan antara dua tokoh. Konflik itu
sendiri bisa dibagi dalam tiga bagian yaitu :
- Konflik batin
Konflik
yg disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yg
saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah
laku
- Konflik kebudayaan
Persaingan antara dua masyarakat sosial yg mempunyai kebudayaan hampir sama;
- Konflik sosial
Pertentangan antaranggota masyarakat yg bersifat menyeluruh dl kehidupan
Itulah
penggalam makna dari teori dan konflik. Teori konflik lahir melalui
upaya pemahaman masyarakat atas femonana yang berkembang di masyarakat.
Hidup dalam perbedaan, masyarakat tidak menutup diri atas pengaruh
eksternal yang mempengaruhi internal hidupnya. Karena setiap perbedaan
pemahaman, perbedaan kekuasaan, tujuan hidup dan latar belakang serta
suku, agama, ras maupun segala perbedaan lainnya dapat membangkitkan
konflik di masyarakat. Perbedaan tersebut tidak bisa dihindari dan
alangkah sebaiknya dijadikan alat pemersatu. Kelompok kepentingan yang
berbeda dalam sistem sosial akan saling mengajar tujuan yang berbeda dan
saling bertanding. Kompetisi sosial ini akan selalu hidup masyarakat
demi pemenuhan setiap kebutuhan hidupnya. Sebagaimanan diungkapkan oleh
Lock Wood, yaitu kekuatan-kekuatan yang saling berlomba dalam mengejar
kepentingannya akan melahirkan mekanisme ketidakteraturan sosial atau social disorder.
Pada
prinsipnya yang masih terbiaskan bahwa masyarakat adalah kekuatan
kelompok atau kelas yang dominan. Atas sifat dominannya tersebut maka
kebiasan dalam masyarakat menjadi dihormati dan harus dijalankan yang
apabila ada yang melanggar nilai-nilai kebersamaan tersebut akan
dikenakan sanksi sosial. Norma adalah nilai yang tidak bisa dilepaskan
dari masyarakat sebab dianggap sebagai suatu ikatan pemersatu. Namun
disisi lain akan menjadi sumber atau pemicu konflik. Pernyataan tersebut
bisa dilontarkan demikian karena justru kebiasaan masyarakat merupakan
yang diciptaan dari kelompok atau kelas dominan memaksakan berlaku
nilai-nilai tersebut.
Dari latar
belakang tersebut bisa dilihat urgensi dari teori konflik. Untuk menjadi
jalan dalam pendekatan atas semua ruang lingkup aktifitas sosial yang
selalu berjalan dan berkembang. Berikut beberapa doktrin-doktrin dari
para ahli yang terbentuk dalam sebuah teori konflik yang diantaranya :
Teori Marxian
Memberi jalan keluar terjadinya konflik pada kelas pekerja.
Teori Simmel
Kekuasaan otoritas atau pengaruh merupakan sifat kepribadian individu yang bisa menyebabkan terjadinya konflik.
Teori
konflik memiliki fokus utama pada pemahaman latar belakang munculnya
suatu ketentuan berupa norma yang mengatur dan membatasi setiap aksi
masyarakat. Jika terjadi perilaku menyimpang secara norma akan mendapat
suatu balasan yaitu sanksi sosial seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Teori konflik juga muncul demi penanganan fakta bahwa kelompok yang
berkuasa memiliki kuasa untuk membentuk suatu peraturan yang mengatur
masyarakat secara keseluruhan yang mengakui kuasa dari golongan elit
tersebut.
Karl Marx
sebagai salah satu filsuf memiliki perspektif yang klasik atas suatu
konflik. Masyarakat bisa terbentuk tidak semata-mata didorong oleh resultate
(kesepakatan) tetapi karena kompetisi antara golongan sosial yang
berbeda-beda untuk mencapai tujuannya. Karl Marx memandang masyarakat
dibentuk pertama kali dari dua kelompok dengan pertentangan kepentingan
ekonomi yaitu kelompok borjuis dan proletariat. Kelompok borjuis
merupakan kelas penguasa/pemegang peraturan, yang terdiri dari
orang-orang kaya /makmur yang mengontrol sarana/alat-alat
produksi-ekonomi, memiliki pengaruh besar pada lembaga-lembaga ekonomi
dan politik masyarakat, serta memiliki jatah kekuasaan untuk melayani
kepentingan mereka. Sedangkan kelompok proletariat sebagai pihak yang
diatur, bekerja dan dieksploitasi untuk mencapai tujuan kaum borjuis.
Pandangan ini dikenal dengan kapitalisme yang sampai sekarang juga masih
menunjukkan eksistensi. Karl Marx berkesimpulan bahwa kedepannya
kapitalisme yang akan mendorong perkembangan hukum kriminal. Hukum
tersebut diperlukan untuk tatanan terhadap golongan mapan. Hukum
menuntut adanya batasan terhadap perilaku masyarakat yang bisa saja
meledak dan memberontak atas keadaan. Hukum yang ditemukan secara tidak
sengaca seiring perkembangan peradaban manusia memberikan legalitas
kepada kelompok tertentu yaitu aparat hukum. Untuk melakukan kontrol
sosial terhadap tindakan kejahatan dan pelanggaran.
Dalam
pandangan masa sekarang ini, kriminal dimaknai sebagai suatu refleksi
dari kekuasaan yang memiliki perbedaan dalam mendefinisikan kejahatan
dan pelanggaran. Interpretasi yang berbeda tersebut memicu adanya
perilaku menyimpang dari tubuh masyarakat itu sendiri. Aparat hukum
sebagai kontrol sosial seakan berkuasa dan memiliki hak sepihak untuk
bertindak atas nama hukum. Kaum borjuis dan proletariat yang awalnya
lahir dari konflik ekonomi kini malah lahir atas konflik hukum. Hukum
yang dirancang untuk mengatur tingkah laku masyarakat malah kini
melahirkan konflik baru.
Keadilan,
kepastian hukum, dan kemanfaatan kini sudah sulit untuk dicapai. Hukum
menjadi alat untuk mencapai tujuan kelompok kapitalis. Politik hukum
tidak lagi terpakai sebagai alat negara untuk mencapai tujuan hakiki
negara sebagaimana dimuat dalam konstitusi. Fenomena memberikan
pemikiran atas teori konflik kontemporer yang menganggap kejahatan
sebagai suatu tindakan rasional. Tindakan-tindakan kriminal tersebut
lahir didorong oleh keadaan yang memaksa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Conflict of interest sudah sulit untuk dihindarkan. Setiap indivdu memiliki naluri dasar untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Pencurian terjadi karena pencuri tersebut membutuhkan terget curiannya untuk memnuhi kebutuhanya hidupnya. Koruptor melakukan korupsi karena membutuhkan hasil korupsinya untuk mengembalikan modalnya.
Pemikiran
idealisme kini sudah susah hidup karena pemikiran realis untuk sementara
sedang berkuasa sampai waktu yang tidak ditentukan. Kejahatan sebagai
suatu ciri-ciri yang tidak dapat diubah dari masyarakat kapitalis.
Kesempatan berbuat kriminal sudah tersedia disetiap tingkat masyarakat.
Teori konflik adalah antitesis dari teori struktural fungsional. Teori
struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat.
Berbeda dengan teori konflik yang melihat bahwa di dalam masyarakat
tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Waktu sudah membuktikan
konflik tetap terjadi sebelum dan sesudah adanya suatu lingkaran batasan
yang saat ini disebut hukum. Gabungan dari dominasi dan kekuasaan
golongan tertentu dalam masyarakat menjadi musuh utama setiap lini. Jika
kekuasaan tersebut masih ada, sebab pada prinsipnya yang namanya
kekuasan akan berbanding lurus dengan tindakan korup.
Satu jawaban
atas realita sosial ini adalah reformasi sosial. Tidak bisa membohongi
diri bahwa semua orang punya tujuan hidup masing-masing. Manusia
melakukan berbagai cara yang dianggapnya benar untuk mencapai tujuan
tersebut. Namun setiap perbedaan tersebut harusnya bisa menjadi suatu
keindahan. Sebab pelangi tidaklah indah jika berwarna putih. Nuansa
perbedaan warna yang menjadikan pelangi disukai banyak orang. Indonesia
bisa tetap berdiri dari tahun 1945 sampai tahun 2012 dikarenakan mau
menerima setiap perbedaan yang ada dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Meski memang setiap konflik akan selalu lahir seiring
perjalanan waktu. Teori konflik dapat dipakai sebagai senjata menentang
lahirnya konflik-konflik baru. Karena toeri sebab akibat akan selalu
bergunan menghadapi masalah-masalah baru kehidupan sosial. Teori konflik
menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah
disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh
golongan yang berkuasa.
Sumber :
Aviva, Shadega. 2011. Teori Konflik. http://avivashadegha.blogspot.com/2011/01/teori-konflik.html diakses pada hari Minggu tanggal 20 Mei 2012 pukul 21:55 WIB
Rachman, Maman, Arif Purnomo, Kunaryo H, Khomsin, Dandan Supratman, Nathan Hindarto, Supraptono. 2009. Filsafat Ilmu. UPT Universitas Negeri Semarang Press. Semarang
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. PT GrahaGrafindo Persada. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar